Sabtu, 02 Maret 2013

Berikan Teladan, Bukan Perintah


Seorang wartawan masuk ke kabin pesawat. Ia ingin meliput kegiatan Aircraft Cleaning yang dilakukan oleh Garuda Indonesia. 
Tampak ada beberapa orang yang berada di dalam kabin pesawat. Ada yang tengah menggosok kursi pesawat, ada pula yang sedang sibuk membersihkan kaca pesawat. 
Tiba-tiba, terdengar suara seorang laki-laki dari dalam toilet pesawat Garuda yang tengah parkir di Bandara Soekarno-Hatta.
Laki-laki itu memakai sebuah topi yang dipasang terbalik ke belakang. Sebuah kacamata menempel erat di atas hidungnya. Sesekali, ia memberi petunjuk kepada orang-orang yang juga sedang membersihkan kabin pesawat Garuda. 
Setelah dihampiri lebih dekat oleh sang wartawan, ternyata ia adalah Emirsyah Satar, CEO Garuda Indonesia.
Dia tidak sedang berdiri menyimpan tangan didalam saku celana sambil menunjuk ini-itu pada karyawannya. Tangannya sendirilah yang turut memegang busa, sikat dan berbagai alat pembersih lainnya untuk membuat kabin pesawat menjadi lebih bersih dan segar. 
Ada banyak pimpinan yang hanya bisa memberi perintah. Namun, Emirsyah adalah pimpinan yang memberikan contoh. 
Sebuah perusahaan membutuhkan kontribusi banyak orang untuk berubah.” – Emirsyah Satar, CEO Garuda Indonesia

Ada Dua Cara Menjalani Kehidupan


Dua pria menuju sebuah lembah yang indah dan subur, namun mereka harus melalui sebuah hutan yang sangat lebat untuk sampai ke sana.
Orang-orang mengatakan, jalan yang harus ditempuh gelap dan penuh halangan, tapi jika sampai maka semua akan terbayar.
Maka, kedua pria tadi pun memulai perjalanan di pagi hari. Lama kelamaan, pria pertama menjadi semakin tidak sabar karena susahnya medan yang ditempuh.
Pria pertama memutuskan untuk secepat mungkin sampai ke lembah. Ia tak peduli semak belukar atau tanaman-tanaman tajam yang harus ia hadapi. Ia terus saja menerjang, meski seluruh badannya menjadi sakit.
Ia berlari secepat mungkin, sehingga temannya tertinggal. Setelah perjuangannya menembus hutan, ia akhirnya sampai di lembah tujuannya. Namun sekujur tubuhnya sakit, orang-orang di sekitar lembah pun memutuskan untuk menolong dan merawatnya.
Ketika pria pertama tadi sudah sampai di lembah, pria kedua masih berada di belakang. Apa yang akan ia lakukan?
Ternyata ia menggunakan kampak untuk memotong semak belukar dan tanaman yang mengganggu di sepanjang jalannya menuju lembah. Walau butuh waktu lebih lama, ia memilih mempermudah jalan bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi orang lain yang nantinya ingin menuju ke lembah.
Hari demi hari ia lewati, dan akhirnya ia sampai ke lembah tujuannya. Sesampainya di sana, ia pun bertemu temannya yang masih terbaring sakit.
Keesokan hari, pria yang membuat jalan di hutan itu kemudian langsung bisa bekerja bersama penduduk di sana, sementara temannya masih tak bisa berbuat apa-apa.
Dan setelah itu, banyak orang mulai berdatangan ke lembah yang indah tersebut melewati jalan yang telah dibuat oleh pria kedua tadi.
Ada dua cara mengarungi kehidupan. Pertama seperti yang dilakukan pria pertama, yang hanya memikirkan diri sendiri untuk sampai ke tujuan dan kemudian perjalanannya berakhir. Atau seperti pria kedua yang mau membuka jalan untuk orang lain, sehingga mereka mendapat berkah dan manfaat dari apa yang telah ia lakukan.

Mensyukuri Hal-hal Kecil


Tahun 1933 baru dimulai. Dan Edgar baru saja diberhentikan dari pekerjaaan paruh waktu-nya, sehingga tidak bisa lagi ikut memberikan sumbangan bagi nafkah keluarga.
Satu-satunya pemasukan adalah yang diperoleh Ibu Edgar dengan menjahit pakaian orang. Namun kemudian Ibu jatuh sakit selama beberapa minggu sehingga tidak mampu bekerja.
Aliran listrik rumah pun terpaksa diputuskan oleh perusahaan listrik karena mereka tidak membayar rekening. Lalu perusahaan gas memberhentikan aliran gas. Selanjutnya perusahaan air minum. Tapi Dinas Kesehatan meminta perusahaan itu mengalirkan air lagi, atas pertimbangan kesehatan.
Lemari makan keluarga Edgar hampir tidak pernah ada isinya lagi. Beruntung, mereka memiliki kebun sayuran kecil dan dapat memasak sebagian dari hasilnya dengan menggunakan api unggun di pekarangan belakang.
Lalu pada suatu hari adik perempuan Edgar datang sambil meloncat-loncat, pulang dari sekolah. Ia berkata,
Besok kami disuruh membawa sesuatu ke sekolah untuk diberikan kepada orang miskin.
Ibu langsung berkata, “Ibu tidak tahu siapa yang masih lebih miskin daripada kita.”
Saat itu, Nenek yang tinggal bersama mereka, memegang tangan Ibu sambil mengerutkan kening, untuk menyuruh Ibu diam.
Eva,” kata Nenek pada Ibu, “Jika kau membuat anakmu merasa bahwa ia orang miskin pada umur semuda itu, maka ia akan menjadi orang miskin seumur hidupDi dalam lemari makan masih ada sebotol selai buatan kita sendiri. Itu bisa dibawanya ke sekolah besok.
Nenek menemukan selembar tisu dan sepotong pita biru. Dengan bahan-bahan itu dibungkusnya botol selai dan keesokan harinya adik Edgar pergi dengan bangga ke sekolah, membawa ‘hadiah untuk orang miskin’.
Orang yang bersyukur akan hal-hal kecil sudah pasti adalah orang-orang yang sering bersyukur. – Frank Clark
(Chicken Soup for The Soul)

Kekuatan Kata-kata


Seorang pembicara sedang berbicara tentang kekuatan berpikir positif dan kekuatan kata-kata.
Salah satu peserta yang menonton mengangkat tangannya dan berkata,
Bukan karena saya mengatakan ‘baik, baik, baik’ yang membuat saya merasa lebih baik. Juga bukan karena saya mengatakan ‘buruk,buruk, buruk’ yang membuat saya merasa lebih buruk. Itu hanya kata-kata yang tidak memiliki kekuasaan atas diri saya.”
Tanpa diduga, pembicara itu menjawab. “Diam, tolol! Kamu tidak mengerti apa-apa tentang ini!”
Semua orang terpaku. Peserta yang tadi mengangkat tangannya, wajahnya menjadi merah dan dia akan membalas,
Kau! ...” Sebelum ia bisa menyelesaikan makiannya, pembicara mengangkat tangannya.
Maafkan saya, saya tidak bermaksud membuat Anda kesal. Silahkan terima permintaan maaf saya yang paling tulus.”
Semua orang dan peserta tadi pun kembali tenang. Beberapa orang di aula itu bergumam, yang lain sudah mulai menyilangkan lagi kaki mereka.
Pembicara pun melanjutkan, “Ada alasan saya melakukannya. Anda bisa lihat beberapa kata dari saya yang membuat Anda sangat marah. Dan kata-kata lainnya yang benar-benar menenangkan Anda.”
Sekarang, apakah Anda memahami kekuatan kata-kata?
Speak when you are angry – and you will make the best speech you’ll ever regret” (Bicaralah saat Anda marah – dan Anda akan membuat satu pidato yang paling Anda sesali). - Laurence J. Peter

Cara Lincoln Menaklukkan Musuh


Sebelum menjadi presiden, Abraham Lincoln sangat dimusuhi oleh Edwin Stanton. Tidak ada sebab yang jelas mengapa Stanton begitu membencinya.
Banyak yang berspekulasi bahwa mereka selalu bersaing dalam politik  dan bersaing mendapatkan perhatian publik. 
Kebencian Stanton makin menjadi saat Lincoln terpilih menjadi presiden Amerika. Pada awal pemerintahan Lincoln, Stanton menyuarakan suara-suara tak sedap pada publik, untuk menjatuhkan wibawa Lincoln di hadapan rakyatnya. 
Sebagai seorang presiden, akan sangat mudah bagi Lincoln untuk ‘merekayasa’ agar Stanton masuk penjara atau sekedar ‘dihilangkan’ tanpa jejak. Tapi apa yang dilakukan Lincoln? 
Sebuah langkah mengejutkan, Presiden ini memutuskan mengangkat Stanton menjadi Menteri Pertahanan (Secreatry of War). 
Anda tidak sedang bergurau, Sir? Stanton adalah saingan politik Anda. Dalam setiap kesempatan ia selalu berusaha menjatuhkan Anda!” tanya asisten pribadi Lincoln. 
Tersenyum, Lincoln menjawab, “Saya memilih orang bukan berdasarkan rasa suka atau benci, tetapi lebih karena kemampuan yang ia miliki. Stanton orang yang sangat tepat untuk posisi itu. Dan dengan menjadikannya kawan, bukankah justru kita telah mengalahkan musuh?” 
Dan Lincoln benar. Setelah beberapa waktu berlalu, Stanton telah menjadi sahabat dekat sekaligus menteri yang amat setia. Sampai suatu ketika Lincoln mati terbunuh, Stanton-lah yang merasa paling kehilangan. 
Saat itu, Stanton bukan hanya kehilangan seorang atasan, namun membuatnya merasa kehilangan sosok sahabat, guru dan saudara. Dan komentarnya tentang kematian Lincoln di media, menginspirasi siapa saja yang mendengar dan membacanya. 
Permusuhan tidak dapat dilawan dengan permusuhan, kebencian bukan jawaban yang tepat bagi kebencian. Permusuhan hanya bisa dilawan dengan kasih, sebagaimana kegelapan hanya bisa dilawan dengan terang, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. 
Kasihilah musuhmu, dan berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu. 

Inspirasi Rahasia Kebahagiaan


Seorang anak muda melintasi padang pasir selama 40 hari untuk belajar tentang rahasia kebahagiaan dari orang paling bijaksana di dunia.
Akhirnya tiba di sebuah kastil yang indah, tinggi di puncak gunung. Di sanalah orang bijak itu tinggal. 
Saat memasuki aula kastil, ia melihat kesibukan di dalamnya; pedagang datang dan pergi, orang-orang bercakap-cakap di sudut-sudut, orkestra kecil sedang memainkan musik lembut, dan ada meja dengan makanan yang paling enak di dunia. 
Si orang bijak mendengarkan dengan seksama saat anak muda itu menjelaskan maksud kedatangannya, tetapi ia tidak punya waktu untuk menjelaskan rahasia kebahagiaan. Sang orang bijak pun menyarankan anak itu untuk melihat-lihat istana dan kembali dalam dua jam. 
Sementara itu, saya meminta Anda melakukan sesuatu,” kata si orang bijak. Ia menyerahkan sendok teh berisi dua tetes minyak pada anak itu.
Saat Anda berjalan-jalan, bawalah sendok ini tanpa membiarkan minyaknya tumpah.” 
Anak itu mulai menaiki dan menuruni banyak tangga istana, sambil matanya tertuju pada sendok. Setelah dua jam, ia kembali ke ruangan tempat orang bijak itu.
Nah,” kata si orang bijak, “Apakah Anda melihat perhiasan Persia yang tergantung di ruang makan?Apakah Anda melihat taman indah yang dikerjakan selama sepuluh tahun oleh tukang kebun terbaik?Apakah Anda melihat perkamen indah di perpustakaan saya?“ 
Anak itu menunduk dan mengaku bahwa ia tidak mengamati apa-apa. Perhatiannya tertuju pada minyak dalam sendok yang dipercayakan orang bijak padanya. 
Kalau begitu, kembali dan amati keajaiban dunia saya,” kata si orang bijak. “Anda tidak bisa mempercayai seseorang, kalau Anda tidak tahu rumahnya.” 
Merasa lega, anak muda itu mengambil sendoknya dan kembali menjelajahi istana tersebut, kali ini ia mengamati semua karya seni di langit-langit dan dinding. Ia melihat taman-taman, pegunungan di sekelilingnya, serta keindahan bunga-bunga. Setelah kembali ke orang bijak, ia bercerita tentang semua yang telah dilihatnya. 
Tapi kemana tetes minyak yang saya percayakan pada Anda?” tanya si orang bijak, melihat tak ada lagi minyak yang tersisa di sendok anak muda itu. 
Hanya ada satu nasihat yang bisa kuberikan,” kata orang bijak itu. “Rahasia kebahagiaan adalah dengan menikmati segala hal menakjubkan di dunia, tanpa pernah melupakan setetes minyak di sendok.” 
Manusia kadang terlalu sibuk mencari-cari kebahagiaan, dan terfokus pada hal-hal yang terlihat besar dan luar biasa. Namun, tanpa disadari, ada hal kecil yang juga penting, yang bisa membuat mereka bahagia. 

Kebaikan Tanpa Syarat


Untuk Kanker”, begitu tulisan di kertas daftar sumbangan yang dipegang seorang anak kecil. Ia berdiri tepat di luar pintu masuk pusat perbelanjaan. 
Dalam angin musim semi yang dingin, hidung merah, dan topi yang membungkus sampai ke telinganya. Ia menghangatkan tangan kirinya dalam saku dan memegang daftar sumbangannya di sisi lain. 
Seorang pria paruh baya menghentikan langkahnya ketika melewati anak itu. Ia melihat anak itu tidak memakai sarung tangan. Ia segera memeriksa dompet, namun ia tidak punya uang kecil. 
Saya akan kembali untuk memberimu uang,” janjinya pada si anak kecil. 
Terima kasih!” Jjawab anak kecil itu sambil tersenyum, sebelum kemudian bersin dalam tisu usang. 
Sang pria paruh baya menatapnya. Ia melihat anak itu beku. Warna bibirnya seperti anak kecil yang menolak keluar dari bermain air. Kemudian ia bertanya, 
Apa yang kau lakukan di sini? Apakah kau tau, kau bisa flu nanti. Masuklah ke dalam mal!” 
Maaf, tapi saya tidak bisa. Anda lihat penjaga disana? Ia mengatakan tidak ada yang diperbolehkan mengumpulkan uang untuk amal di mal tanpa izin tertulis dari manajer. Tapi dia membolehkan saya untuk berdiri disini,” jawab anak kecil itu sambil sesekali menggigil. 
Tapi saya merasa senang melakukan ini,” lanjutnya sambil tersenyum. 
Dengan rasa heran yang masih menggantung, pria itu masuk kedalam mal untuk mengambil uang dan memutuskan untuk membelikan sarung tangan untuk si anak kecil diluar tadi. 
Seorang kasir menatapnya heran karena ia bergumam pada dirinya sendiri, “Tapi aku merasa senang melakukan ini,” kalimat yang diucapkan si anak tadi. 
Ia setengah berlari menghampiri anak kecil yang menunggunya.
“ Oke, sekarang saya akan memberi Anda daftarnya. Tolong isi data Anda,” kata anak kecil itu sambil menyerahkan pena. 
Masih ada banyak baris kosong, beberapa tanda tangan dan beberapa jumlah uang yang tidak banyak. 
Apakah kau harus pulang dengan daftar yang penuh?” Tanya si pria penasaran. 
Sambil menggosok-gosokkan tangan, anak kecil itu menjawab, ”Ya. Atau tidak. Tidak harus, tapi saya ingin.” 
Dalam cuaca seperti ini?” Pria itu bertanya lagi sambil mengerutkan kening. 
Teman baik saya, Pete menderita Leukimia. Saya ingin membantunya”, jawabnya serius.
Pria itu segera memberikan sarung tangan yang tadi dibelinya pada anak kecil yang sudah beku itu.
Ini untukmu, bawalah! Aku yakin kamu meninggalkan punyamu di rumah.” 
Dengan girang, anak kecil itu menyambut, ”Terima kasih! Anda baik sekali! Sekarang saya bisa berdiri di sini lebih lama untuk memenuhi daftar ini.” Anak kecil itu membungkuk tanda terima kasih. 
Nah, lalu apa yang kau dapatkan nanti? Apakah mereka memberimu sesuatu sebagai ucapan terima kasih?” si pria tak henti bertanya. 
Mata anak itu bersinar senang dang berkata, “Oh ya! Tentu saja!” 
Apa itu?” Tanya sang pria lagi, berharap itu adalah mainan bagus atau mungkin uang untuk anak kecil itu. 
Anak itu sekarang tersenyum lebar seraya menjawab, “Saya mendapatkan daftar baru, dan kosong!” ucapnya berseri-seri. 
Inilah kebaikan tanpa syarat. Tak semua orang mampu melakukannya. Bagaimana dengan kita?